Your Cart 3

  • Marketing Course
    Brief description
    $120
  • Strategy Course
    Brief description
    $80
  • Digital Course
    Brief description
    $50
  • Total (USD) $250

Search

Sejarah Kawasan Hutan Suaka Marga Satwa Sikundur

Ditulis oleh OK Abdul Halim pada Jumat 6 September 2024 | 22:30

Sejarah dan Landasan Hukum

Wilayah hutan Sikundur awalnya merupakan Hutan Adat Kedatukan Besitang yang membentang dari gunung Bendahara menuju ke sebelah utara menyusuri sungai Sikundur Besar, Batu Sipinang, Buluh dan Besitang.

Kemudian oleh Datuk OK H. Abdul Chalid pemimpin adat Kedatukan Besitang saat itu, hutan Sikundur diperjanjikan dengan Pemerintah Hindia Belanda sebagai wilayah yang dilindungi, berdasarkan Keputusan Kedatukan No. 61 tertanggal 27 Desember 1927 dan kemudian diperbaharui dengan Keputusan No. 138 tertanggal 8 Agustus 1935 dan Peta Pengaturan Batas tertanggal 8 April 1936 seluas 79.100 Hektar.


Pada tanggal 30 Oktober 1938 Sulthan Langkat mempertegas nama Hutan Adat Sikundur menjadi Suaka Margasatwa Sikundur setelah melakukan penggabungan tiga wilayah Hutan Adat menjadi satu kawasan lindung. Tiga wilayah Hutan Adat tersebut meliputi Langkat Selatan wilayah Bahorok seluas 45.090 Ha, Langkat Selatan wilayah Salapian seluas 37.895 Ha dan Langkat Barat seluas 51.900 Ha . Karena bentuknya menyerupai kucing, Suaka Margasatwa Sikundur diberi nama Wilhelmina Katen atau kucing Wilhemina, dengan total luas 213.985 ha.

Setelah Indonesia merdeka, wilayah tersebut berganti nama menjadi TNGL yang termaktub dalam Pengumuman Menteri Pertanian No. 811/Kpts/Um/II/1980 tanggal 6 Maret 1980. Selama kurun waktu tahun 1980-1990, wilayah Hutan Adat Sikundur mengalami pengrusakan secara massif oleh perusahaan HPH Raja Garuda Mas (RGM) dan Kuncung Tek Liong yang izinnya diberikan oleh Departemen Kehutanan RI melalui program Pembinaan Habitan yang merupakan penebangan hutan Sikundur untuk tempat interaksi satwa. Hingga saat ini kerusakan hutan adat Sekundur Kedatukan Besitang diperkirakan lebih dari 8.500 Ha. 

Pada tahun 2011 terjadi bentrokan akibat penggusuran terhadap masyarakat yang menduduki wilayah Hutan Adat Sikundur yang telah ditinggalkan HPH. Bentrokan ini memakan korban 5 orang warga tertembak aparat. Setelah bentrokan, masyarakat yang mendengarkan dari mulut ke mulut sejarah hutan adat Kedatukan Besitang, mendatangi Datuk dan meminta perlindungan agar bisa bertani di lahan hutan yang telah terbuka untuk menyambung hidup keluarga.

Sikap Kedatukan Besitang

Atas dasar kemanusiaan Kedatukan Besitang memberi perlindungan kepada masyarakat yang berada di kawasan hutan Sikundur yang telah rusak untuk dapat bertani semusim menyambung hidup. Namun masyarakat diwajibkan mengusahakan lahannya dengan bertanam pokok buah-buahan, pepohonan yang menjunjung tinggi nilai kelestarian lingkungan sekitar dan mengedepankan penanaman tanaman asli di wilayah adat Kedatukan. Pohon-pohon yang dilarang ditanam oleh Pemerintah Indonesia juga menjadi larangan yang wajib dipatuhi. Dengan demikian hutan yang rusak akan tumbuh kembali dan masyarakat dapat menghidupi keluarganya dari hasil hutan non kayu.


Hal ini sejalan dengan amaran Datok OK. H. Abdul Chalid yang menetapkan hutan adat Kedatukan sebagai wilayah lindung dan membina masyarakat agar menjalankan aturan yang berlaku dalam kerapatan adat Kedatatukan Besitang. Oleh sebab itu, sebagai penerus kepemimpinan Kedatukan Besitang saat ini, Datok OK Muhammad Yusuf Chalid SH, merasa perlu mendata keberadaan masyarakat dalam upaya pelestarian hutan adatnya. Dan masyarakat yang telah didata akan mendapatkan Geran Datuk sebagai legalitas pengelola Hutan Adat Sikundur.

Bersama masyarakat hukum adat Kedatukan Besitang, Datok akan melakukan upaya- upaya sebagai berikut:

  1. Menjalankan tahapan perencanaan pengusulan pengakuan kepada Negara atas Wilayah dan Hutan Adat Sikundur Kedatukan Besitang berdasarkan landasan hukum dan sejarahnya.
  2. Meminta pemerintah Kabupaten Langkat menjalankan Perda Pengakuan Masyarakat Adat yang telah dikeluarkan oleh DPRD Langkat.
  3. Membina masyarakat menjalankan pranata dan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Melakukan Gerakan Pelestarian Hutan Adat Kedatukan Besitang bersama Kawula Kedatukan Besitang sebagai Subjek.

Dalam rangka menjalankan Amaran Datuk terdahulu agar wilayah Hutan Adat Sikundur dapat dilestarikan demi Anak Negeri dan Paru-Paru Dunia, maka Datok OK Muhammad Yusuf Chalid SH dengan ini mewajibkan setiap anggota masyarakat adat Kedatukan Besitang untuk menjalankan Amaran berikut:

  1. Menjaga sopan santun, budi pekerti dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat dan menjaga lingkungan sekitarnya. 
  2. Dilarang mencemari sumber air dan sungai/alur serta dilarang membuang bahan-bahan kimia beracun ke dalamnya.
  3. Melakukan gotong royong setiap hari jumat dan mengadakan sholat jumat di lahan.
  4. Bila terjadi tindakan yang melawan aturan dan adat-istiadat Kedatukan Besitang, sedapat mungkin diselesaikan secara musyawarah yang dihadiri Telangkai dan Kepala kampong/kelompok. 
  5. Hukum Negara diberlakukan bilamana tindakan tersebut telah berulang kali dilakukan dan/atau telah meresahkan masyarakat.
  6. Dalam menanam pepohonan harus disesuaikan dengan bentuk permukaan lahan, jenis tanaman atau tanaman buah-buahan yang sesuai dengan kondisi lahan dan mencerminkan identitas Kedatukan Besitang. 
  7. Dilarang menanam pohon Sawit (tanaman Industri/Perkebunan) yang baru dan tanaman lain yang dilarang oleh pemerintah Indonesia.
  8. Bagi masyarakat yang terlanjur menanam tanaman yang tidak dianjurkan (Sawit dan Karet), maka diwajibkan di lahan tersebut disisip tanaman hutan atau pepohonan buah-buahan lokal.
  9. Dilarang membakar lahan untuk kegiatan pertanian. Pembersihan lahan harus menggunakan cara-cara yang aman dan menjaga lingkungan sekitar.
  10. Selain tanaman hutan, boleh ditanam jenis tanaman musiman (palawija) dan sayuran dengan cara tumpang sari.
  11. Menghindari pemakaian pupuk dan pestisida kimia (beracun). Pergunakan pupuk kompos dan pestisida nabati yang bahannya banyak tersedia dilahan.
  12. Masyarakat dianjurkan untuk memelihara hewan ternak atau ikan di lahan masing-masing sebagai sumber makanan dan pendapatan keluarga. 
  13. Dilarang berburu Satwa/Binatang yang berada di kawasan hutan kedatukan. 
  14. Bila terdapat lahan/lokasi satwa bermain (berkumpul), maka lahan tersebut tidak diperbolehkan diusahakan dan dikeluarkan dari kelola masyarakat adat.
  15. Pencarian ikan di kawasan hutan kedatukan boleh dilakukan dengan tidak melakukan cara-cara menyetrum, meracun, mengebom atau merusak likungan/habitatnya.
  16. Dilarang menebang pohon/hutan atau mengeluarkan kayu dari lahan hutan adat Kedatukan Besitang
  17. Menjaga dan memelihara situs-situs peninggalan sejarah di wilayah hutan Kedatukan Besitang.
  18. Bersama-sama menjaga pembalakan hutan dan perburuan satwa.