Datok Besitang
Yang tercatat, sebagaimana ditulis oleh Zainal Arifin, adalah perlawanan yang dilakukan negeri Besitang yang dipimpin oleh Wakil Kepala Negeri Besitang, OK. M. Nurdin yang bergelar Datuk Setia Bakti Besitang. Datuk Besitang ini semula adalah Datuk Panglima Sultan Langkat. Ia ditarik ke dalam istana oleh Sultan Mahmud demi meredam kemarahan Belanda karena tindakan-tindakan sang datuk yang kerap menantang Belanda.
Saat Belanda hengkang, Nurdin pun dikembalikan lagi ke Besitang. Dan disitulah ia melakukan konsolidasi untuk melawan Jepang. Kejadian yang terkenal adalah di saat ia dan pasukannya menyerang markas Jepang yang berada di Stasiun Kereta Api Besitang pada 15 Desember 1945. Penyerangan itu berhasil. Enam tentara Jepang tewas dan sisanya melarikan diri ke Pangkalan Berandan. Senjata-senjata Jepang dilucuti.
Namun, pada malam itu juga, dini hari, Jepang membalas. Seorang diri Nurdin tersergap pasukan Jepang yang menaiki beberapa truk militer. Mungkin karena merasa tak ada jalan mundur, Nurdin, yang ketika itu berusia 75 tahun, melawan. Ia diceritakan sempat membunuh puluhan serdadu Jepang sebelum akhirnya tewas mengenaskan. Jenazahnya dibuang ke dalam sungai.
Sebelum Jepang masuk, Sultan Mahmud mencoba menyatukan kembali kekuatan Kesultanan Langkat. Diantara yang ia lakukan adalah menikahkan cucu Tengku Hamzah yang juga anak Tengku Pangeran Adil, Tengku Amir Hamzah, dengan anaknya sendiri, Tengku Kamaliah. Saat itu, Amir Hamzah disebut sudah memiliki kekasih seorang Jawa. Sedangkan adik perempuan Sultan Mahmud dinikahkah dengan putra mahkota Kesultanan Selangor, Malaysia kini, yakni Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah Alhaj Ibni Sultan Hasanuddin Alam Syah.
Amir Hamzah kala itu sedang berada di Jawa dan Jakarta untuk bersekolah sembari melakukan gerakan-gerakan melawan kolonialisme dan sedang bergulat dengan gagasan keindonesiaan. Karena panggilan Sultan, pada 1937 ia pun pulang. Ia diberi jabatan Raja Muda atau Pangeran dengan wilayah tugas Langkat Hilir yang berkedudukan di Tanjung Pura dan berkantor di Balai Kerapatan, gedung Museum Kabupaten Langkat kini.
Setelah itu, sejumlah jabatan dibebankan pada Amir Hamzah. Ia memimpin Teluk Haru di Pangkalan Brandan, kemudian ditarik ke Istana sebagai Bendahara Paduka Raja di Binjai, lalu memimpin Langkat Hulu, juga di Binjai. Pada masa Jepang, ia juga menjadi Ketua Pengadilan Kerapatan Kesultanan Langkat.
Lihat juga